Skip to main content

Life in Quarantine: Personal Feelings and Relationships

It is currently day 131 of quarantine. Tbh when I googled “Days Calculator” I expected 400 something days. Then I realized that 1 year equals 365 days. Heh. The past 131 days do feel like 4 times longer. Odd times, don’t you think?   A couple of days ago, an idea sprung to mind. I asked some of my friends a series of questions about the quarantine, focusing on personal feelings and relationships. I might -caps lock on the word MIGHT- make this into a series of quarantine posts, maybe the next one we’ll talk about the future or economy or something else. We’ll see. We’ll see. Anyhow, I curated their answers and I present this to you all. I sincerely hope reading these frank answers will shed light on some of your own feelings and struggles, as they did with me.    "How are you feeling during the first few weeks of quarantine on a scale of 1-10?”   8, soalnya aku introvert dan ga gitu suka pergi-pergi jadi it's okay malah seneng bisa pulang kampung :D   10, seneng banget cuma di

JAPAN EARLY-SUMMER TRiP 2017: NYASAR DI TOKYO





TRANSPORT

Kita menuju Tokyo setelah mengunjungi Hakone jadi naik train sampai Odawara station pakai Hakone Free Pass, lalu naik shinkansen ke Shinjuku. Menurut pengamatan pribadi ya, kok biaya transport di Tokyo kebih murah daripada Osaka. Kalo di Osaka, sekali naik taksi langsung dicas sekitar 500 yen sampai 2 km. Sedangkan di Tokyo hanya 400 sekian. Sama juga dengan tiket subway. Sekali station masih ada yang 160 yen di Tokyo, sedangkan Osaka 210 yen paling murah.

Selama di Tokyo, masih paling sering naik subway digabung dengan JR train saat pass belum expired. Station di Tokyo ini enaknya bisa nembus-nembus, jadi kalo hujan bisa lewat sini. Tapi harus baca petunjuknya hati-hati karena kalo nyasar jalannya lumayan jauh-jauh. Untuk ke airport, paling nyaman naik airport bus yang relatif murah dibandingkan taksi atau subway/kereta, dan bisa langsung  turun di terminal yang kita tuju. Info selengkapnya ditunggu di post selanjutnya yah, aku bakal bahas tentang traveling ke Jepangnya, bukan per kota aja.

HOTEL

Setelah membaca review puluhan hotel di TripAdvisor, akhirnya memantapkan hati untuk menginap di Nishitetsu Inn Shinjuku. Sayangnya kita dapat yang smoking room, karena kehabisan. Bau rokoknya sangat menyengat saat di hall, tapi kalo di kamar bisa dinyalakan ac atau semacam exhaust yang disediakan untuk mengusir bau yang nempel. Kamarnya lebih terasa 'los' daripada hotel di Kyoto, tapi Ibis Osaka masih paling nyaman. Lokasinya 2 menit jalan dari Nishi-Shinjuku station, dan di sekitar ada toko 100 yen, McDonalds, Yoshinoya, dan lain-lain. Kalo mau ke Shinjuku tinggal naik jembatan penyebrangan yang sudah kelihatan mata, dan jalan sedikit lagi untuk ke pusatnya. Tips untuk yang naik taksi dari Shinjuku station, minta diturunkan di depan McD saja, karena lebih dekat jadi tarif taksinya minimum. Hotelnya persis di depan McD, cuma harus lewat zebra cross sekali.


PLACES TO GO

Tidak banyak tempat yang kita mampiri di Tokyo, tapi salah satunya adalah Tokyo Metropolitan Government Building. Hari itu hujan berangin, jadi jalan lewat subway. View dari atas juga kurang jelas karena mendung. Di lantai atas itu juga ada restoran dan expo mini yang penuh dengan barang-barang lucu. Ada juga vending machine berisi mainan yang biasa beretebaran di jalanan Tokyo.


Mendung


Tujuan utama di Tokyo sih untuk ke Shinjuku dan Shibuya. Saat ke Shibuya, perhatikan Hachiko exit untuk keluar persis di depan patung anjing Hachiko yang melegenda. Begitu keluar langsung disambut dengan crossingnya yang raksasa dan hamparan turis sibuk berfoto. Kalo mau dapat foto yang agak "bersih" disarankan datang lebih pagi.


Shibuya


Kita juga mampir ke Harajuku, lihat-lihat suasana dan mampir mengintip toko busana hype, Bape dan Comme des Garcons. Untuk Bape, meskipun ramai tapi tokonya cukup besar, bertingkat. Untuk CDG, pada hari itu sangat antre dan tokonya cuman berupa stan. Jadi kalo memang mau beli harus ekstra sabar untuk menunggu orang-orang depan anda memilih baju :)  CDG yang di Shinjuku lebih sepi, di dalam department store. Tapi waktu itu juga stok barangnya ternyata sudah diborong, tersisa beberapa model yang kita nggak suka. Di Harajuku ini nyaman untuk dibuat jalan-jalan santai, dibandingkan Shinjuku atau Shibuya yang tampak selalu sibuk.

Kalo ke Ginza, harus sekalian mampir ke Tsujiki Fish Market yang hanya berjarak beberapa blok dari sana. Sekitar 10 menit jalan kalo turun di stasiun Ginza. Tips mengunjungi market ini, datang pagi supaya bisa melihat pelelangan ikan dan menghindari teriknya matahari. Apalagi harus dusel-dusel an karena jarak antar stan yang dekat, dan outdoor hanya ditutupi tenda. Makanannya bervariasi dan menarik-menarik semua, tapi saat makan hati-hati, kudu lihat-lihat berdiri dimana. Nanti ditegur sama stan sebelahnya kalo menutupi jalan. Semakin aku lama di Jepang, semakin sadar kalo orang Jepang tidak seramah itu. Ada beberapa yang galak juga. Tenang, yang baik lebih banyak dan umumnya tidak segan membantu turis nyasar.

 

FOOD


Suwer enakan Yoshinoya Lenmarc, kecuali nasinya


Meskipun waktu di Tokyo udah lelah dan sering nyasar, tapi kalo cari makanan jujukan masih semangat. Stop pertama adalah Shinjuku, dimana kita menemukan ramen dan abura soba yang (menurutku) paling top saat hujan-hujanan. Sampek sekarang belum menemukan namanya, karena dalam bahasa Jepang. Logonya merah-merah dan saat dicari di Google Maps juga nggak ketemu.




Must-try!



Malamnya, kita dibantu pramugari NipponAir untuk mencapai Gyukatsu Motomura. Saat itu sudah sekitar jam 8.30 an, tapi masih antre. Pesanan dicatat waktu antre, jadi begitu duduk langsung keluarlah pesanan kita. Kita pesan set yang 1300 gr per orang. Datang-datang dagingnya masih rare jadi harus dipanggang lagi sedikit, banyak kalo yang suka fully matang. Itu entah kita sudah kelaparan atau gimana, tapi dagingnya itu langsung lumer di mulut. Kayaknya lebih puas makan ini daripada Kobe beef.



Hari ketiga di Tokyo (karena hari kedua balik ke Gotemba), kita food marathon. Stop pertama adalah restoran ramen tidak dikenal yang terletak di dekat Shibuya crossing patung Hachiko maju lagi sedikit. Tastenya lumayan, tidak terlalu keras karena aku pilih yang soupnya light. Sewaktu mau cari Cremia, kita mampir ke toko makeup campursari yang juga ada cemilan-cemilan. Doutor punya coffee chocolate recommended, tapi waktu dicari di Doutor sendiri nggak jual.

Sumber: url

Kalo ke Cremia cuman beli es krimnya saja, pesennya dari luar alias nggak boleh duduk di SILREAM cafe. Jujur saja setelah lihat-lihat foto menunya nyesel kalo tidak pesan menu lain. Rasa cremia se-creamy namanya, dan menurutku cukup sesuai dengan hypenya. Super soft dan susu, terus cone-nya terbuat dari cookies. Kurang cocok yang nggak tahan makanan eneg. Habis makan es, kita nemu minuman lemon Brooklyn Lemon yang segar tapi terlalu manis. 




Ngidam Shake Shack sejak dari New York, ternyata ada yang di Tokyo! Jaraknya 2 station dari Shibuya, dan dekat dari pintu keluar station subway. Shake Shack ini terletak di gedung semacam mall tapi kelihatan langsung dari luar, tidak perlu masuk mall dulu. Menunya persis (seingatku) dan kita juga dikasi buzzer untuk menandakan makanan sudah ready. Anehnya, aku malah lebih suka Shake Shack disini. Soalnya waktu burgernya dimakan nggak seberantakan yang di New York alias nggak "luber".  Tapi bukan berarti sedikit lho ya. Kita pesan burger dan cheesy fries. Friesnya biasa saja, hanya keju dengan kentang goreng.

NY vibes :(



Stop terakhir hari itu adalah Luke's Lobster! Yang satu ini harus rela antre karena memang ramai sekali. Kita cuman nyoba 1 porsi, yang lobster and shrimp. Ekspektasi kita dua seafood itu di mix, ternyata diparoh-paroh. Lobsternya, enak, digabung sama roti yang sedikit crispy. Shrimp, jangan pesan. Amis! Untuk dinner, kita makan kaiten sushi di Shinjuku yang tampak rame. 150 yen per piringnya. Sushi-nya enak, tapi ya seperti kebanyakan tempat banyak yang mentah. Hati-hati mules untuk yang nggak kuat. 

Worth the queue!


Hari ke-4 kita ke Ginza dan cari oleh-oleh. Motivasi ke Ginza sebenarnya buat ke Tsukiji Fish Market. Suasananya sumpek dan panas. Tapi makanannya menggugah semua. Kita cuman sempet incip beberapa lalu balik ke arah Shinjuku karena kegerahan. Di Shinjuku kita ke Lumine Est 1 buat beli Tokyo Milk Cheese Factory. Mereka terkenal cookienya yang ada dalam 3 varian. Ada testernya kok kalo yang penasaran. 3'3 nya enak kalo menurutku, manisnya pas dan nggak eneg. Kita juga nyoba soft-servenya, nggak kalah sama Cremia!







Comments

Popular posts from this blog

Do's and Don't's Saat Jalan-Jalan ke Jogja

Akhirnya balik nulis lagi, setelah break  bentar nyelesain UAS sama liburan, hehe. Kali ini aku kumpulin info-info tentang ke Jogja, natal terakhir aku ngelencer  ke sana bareng keluarga besar. Semoga berguna! :)  Salah satu spot yang nggak backlight hari itu :) DO'S Research! Nyesel abis, pulang dari Jogja liat instagram @inijie , eh dia ke Jogja. Tau gitu kan bisa dijadiin panutan, hehe. Buat kalian yang mau ke Jogja, head over to his page (after finishing mine 😄)! Dari hotel sampai makanan ada, dan nggak satu pun yang aku coba.... Book great hotel Kita nginep di Hotel Tentrem . Super recommended! Kamar gede, kasur double 160cm, dan vibes  Jogja kentel banget. Buat welcome drink, ada macem-macem jamu. It can get very crowded here, tho. Apalagi di kolam renang, banyak banget anak kecil. Breakfastnya enak, ada es krim rasa tolak angin dan booth masakan daerah ganti menu tiap hari. Ada 'diet' areanya juga, tapi sapa yang ambil ya waktu liburan, hehe. 

Life in Quarantine: Personal Feelings and Relationships

It is currently day 131 of quarantine. Tbh when I googled “Days Calculator” I expected 400 something days. Then I realized that 1 year equals 365 days. Heh. The past 131 days do feel like 4 times longer. Odd times, don’t you think?   A couple of days ago, an idea sprung to mind. I asked some of my friends a series of questions about the quarantine, focusing on personal feelings and relationships. I might -caps lock on the word MIGHT- make this into a series of quarantine posts, maybe the next one we’ll talk about the future or economy or something else. We’ll see. We’ll see. Anyhow, I curated their answers and I present this to you all. I sincerely hope reading these frank answers will shed light on some of your own feelings and struggles, as they did with me.    "How are you feeling during the first few weeks of quarantine on a scale of 1-10?”   8, soalnya aku introvert dan ga gitu suka pergi-pergi jadi it's okay malah seneng bisa pulang kampung :D   10, seneng banget cuma di

Innsbruck: Underrated | A 2-Day Winter Itinerary

Innsbruck, also known as The City of Alps, is a small town located near the mountains. Its main charm is the pastel-colored old town with a beautiful backdrop of the alps. In fact, it is enlisted as a UNESCO Heritage Site. I was not intrigued by this town at first, as Salzburg was the reason why I came to Austria. I just googled what city should I stop by other than the infamous Hallstatt and Innsbruck popped out on my research. We arrived in Innsbruck quite late on the afternoon and immediately checked in into our apartment. It's located very strategically in the heart of old town, with The Golden Roof only a few metres away. The apartment itself is not equipped by a front desk but we assumed that the guy (I think he is the manager) in the downstairs cafe was in charge as he handled our check in and out. He was very friendly and helpful. We requested an extra key and he immediately processed our inquiry and it was finished a couple of hours later. My tip on staying here w